Sudah Tahu Prinsip ‘No Work No Pay’? Ini Penjelasan Lengkapnya

Image by oduo on Freepik - No Work No Pay
Aplikasi Payroll - Hitung Gaji, Hitung BPJS, Hitung PPh 21, Hitung Lembur, Payroll Software Terbaik | Gadjian

Prinsip ‘no work no pay’ pada dasarnya merupakan kebijakan yang adil, karena karyawan tidak menerima upah jika mangkir kerja atau bolos. Tetapi, sayangnya, masih banyak karyawan yang memahaminya keliru dan tak jarang menganggap perusahaan memotong gaji karyawan.

Nah, sebelum menerapkan aturan ini, sebaiknya kamu perlu tahu lebih dulu tentang apa itu no work no pay sehingga dapat memberikan penjelasan kepada karyawanmu tanpa menimbulkan salah persepsi. 

No Work No Pay Punya Landasan Hukum

Prinsip ‘tak bekerja maka tak diupah’ punya legalitas karena diatur oleh hukum perburuhan di Indonesia. Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003, Pasal 93 ayat (1) menyebutkan: 

Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.

Ketentuan ini dikuatkan oleh Peraturan Pemerintah (PP ) Pengupahan No 78 Tahun 2015, Pasal 24 ayat (1):

Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan.

Jadi, kamu dapat menyampaikan ke karyawanmu bahwa ketentuan hukum secara tegas mengatur prinsip ini, sehingga perusahaan tidak bisa dianggap sadis apabila tidak membayar upah karyawan yang tak masuk kantor tanpa alasan.

No Work No Pay Tak Bisa Diterapkan untuk Semua Kondisi

Tentu saja, yang dimaksud ‘tidak masuk kerja atau tidak melakukan pekerjaan’ di atas memiliki pengecualian. Masih di Pasal 24 PP Pengupahan, perusahaan tetap diwajibkan membayar upah pekerja yang tidak masuk atau tidak bekerja karena tiga hal berikut ini:

  1. Berhalangan, yakni sakit dan tak dapat melakukan pekerjaan; sakit pada haid hari pertama dan kedua (pekerja perempuan); tidak masuk karena menikah, menikahkan anaknya, mengkhitankan anaknya, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran, suami/isteri/anak/orangtua/mertua/menantu atau keluarga yang tinggal serumah meninggal dunia.
  2. Melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya, yakni menjalankan kewajiban terhadap negara; menjalankan kewajiban ibadah yang diperintahkan agamanya; melaksanakan tugas serikat pekerja/buruh atas persetujuan pengusaha; dan tugas pendidikan dari perusahaan.
  3. Menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, meliputi hak istirahat mingguan; cuti tahunan; istirahat panjang; cuti sebelum dan sesudah melahirkan; atau cuti keguguran.

Kesimpulannya, kamu boleh tidak membayar karyawanmu yang tidak masuk bekerja tanpa keterangan, atau dengan alasan di luar yang tercantum di atas.

Baca Juga: Cara Menghitung Gaji Karyawan Masuk Tengah Tahun

No Work No Pay Bukan Pemotongan Gaji

Dalam hubungan kerja, upah muncul sebagai hak karyawan setelah melakukan pekerjaan. Pengusaha berhak memerintah (mempekerjakan) karyawan dan wajib membayar upah, sementara karyawan wajib menyelesaikan pekerjaan dan berhak menerima upah.

Dengan demikian, prinsip no work no pay cukup sederhana, karyawan yang tidak masuk bekerja berarti tidak menjalankan kewajibannya menyelesaikan pekerjaan, sehingga tidak dibayar. Ini tidak sama dengan potong gaji, sebab upah diberikan sesuai jumlah yang seharusnya.

Pemotongan gaji terjadi apabila upah karyawan dikurangi, sehingga jumlah yang dibayarkan tidak sesuai dengan yang seharusnya diterima. Dalam Pasal 57 PP Pengupahan diterangkan mengenai pemotongan upah oleh pengusaha untuk denda, ganti rugi, atau uang muka upah, sesuai perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau peraturan kerja bersama. Pemotongan upah juga dapat dilakukan melalui kesepakatan tertulis untuk cicilan hutang karyawan atau sewa rumah dan barang milik perusahaan.

No Work No Pay Dapat Dicantumkan dalam Peraturan Perusahaan 

Sekalipun dapat diterapkan berdasarkan UU Ketenagakerjaan dan PP Pengupahan, prinsip no work no pay sebaiknya dimasukkan dalam peraturan perusahaan atau peraturan kerja bersama agar lebih efektif. Buat pasal yang tegas dan sosialisasikan kepada seluruh karyawan, misalnya karyawan yang tak masuk kerja selain karena cuti, sakit, dan izin, tidak mendapat upah.

Dengan demikian, selain memperkuat posisi hukum perusahaan lewat peraturan perusahaan, cara ini juga membuat karyawan paham akan konsekuensi dari bolos kerja. Jika ada karyawan yang tetap mangkir, kamu dapat mencatatnya, dan menyampaikan ke bagian keuangan untuk tidak membayar upahnya.

Untuk memudahkan perhitungan upah, kamu dapat menggunakan payroll software Gadjian. Aplikasi HRIS berbasis cloud ini memudahkan administrasi penggajian dengan sistem hitung gaji online yang cepat dan akurat, tanpa repot menghabiskan waktu. HR system ini juga akan membantu perusahaanmu menghemat biaya kelola administrasi SDM.

Baca Juga: Potongan Slip Gaji Karyawan Bagian 4: Pajak Penghasilan (PPh 21)

Gadjian mengakomodir data absensi karyawan dengan status bekerja maupun mangkir. Apabila perusahaanmu memberikan tunjangan kehadiran seperti uang makan atau transport karyawan, maka HR software ini dapat menerapkan prinsip no work no pay dengan mengurangi tunjangan kehadiran sesuai jumlah hari karyawan yang bersangkutan bolos kerja.

Misalnya, karyawanmu berpenghasilan Rp 6.500.000 per bulan yang terdiri atas gaji pokok Rp 4.500.000 dan tunjangan kehadiran Rp 2.000.000. Selama bulan Mei, yang terdiri dari 20 hari kerja, ia tidak masuk 2 hari tanpa keterangan. Maka ia tidak mendapat tunjangan kehadiran Rp 200.000 (Rp 2.000.000/20 hari kerja x 2 hari bolos). Maka penghasilan yang akan diterimanya adalah Rp 6.300.000.

Payroll Software Indonesia Untuk Mengelola Keuangan & Karyawan Perusahaan, termasuk perhitungan PPh 21, perhitungan BPJS, dan perhitungan lembur | Gadjian

Baca Juga Artikel Lainnya