Jenis dan Hak Cuti Karyawan Menurut UU Terbaru

Di Indonesia, hak cuti karyawan menurut UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003, yang kemudian diatur ulang dalam Omnibus Law atau UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020. Aturan cuti karyawan swasta yang ditetapkan UU adalah batas minimal, sehingga perusahaan diperbolehkan memberikan hak cuti lebih banyak.

Cuti Berbayar dan Cuti Tidak Berbayar

Secara garis besar, cuti dibedakan menjadi dua, yakni cuti berbayar dan cuti tak berbayar. Cuti berbayar (paid leave) adalah hak libur kerja yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan dengan jumlah hari tertentu sesuai UU, di mana karyawan yang mengambil cuti tetap mendapatkan upah.

Sedangkan cuti tidak berbayar (unpaid leave) merupakan cuti di luar tanggungan perusahaan. Karyawan diberi hak cuti oleh perusahaan untuk kepentingan tertentu, misalnya melanjutkan studi, ikut dinas suami/istri, atau menjalankan aktivitas sosial-kemanusiaan, namun tidak mendapatkan upah selama masa libur kerja. 

Cuti di luar tanggungan sesuai dengan prinsip “no work no pay. Ketentuan ini terdapat dalam UU No 13 Tahun 2003 Pasal 93 ayat (1) bahwa upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.

Baca Juga: Penting! Ini Aturan Cuti Tahunan Karyawan Swasta

Jenis-Jenis dan Hak Cuti Karyawan menurut UU

Image by Freepik - Hak Cuti Karyawam

UU mengenal beberapa jenis cuti berbayar, dari cuti tahunan hingga cuti penting. Setiap jenis cuti punya ketentuan masing-masing, termasuk syarat dan jumlah hari.

1. Cuti Tahunan

Hak cuti: paling sedikit 12 hari setahun, upah dibayar penuh.

Ini merupakan cuti pokok, yaitu hak istirahat yang wajib diberikan oleh perusahaan untuk setiap karyawan tanpa kecuali. Ketentuan cuti tahunan terdapat dalam UU Cipta Kerja Pasal 81 Angka 23, yang menyebutkan cuti tahunan wajib diberikan kepada pekerja paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus. Pelaksanaan cuti ini diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja sama.

Dengan demikian, hak cuti tahunan muncul setelah karyawan bekerja setahun, baik untuk karyawan kontrak maupun karyawan tetap. Cuti ini tidak dapat diganti dengan uang, kecuali jika karyawan resign atau diberhentikan perusahaan. Dalam kasus ini, karyawan memperoleh uang penggantian hak cuti yang belum diambil dan belum gugur.

2. Cuti Besar

Hak cuti: diserahkan perusahaan.

Ketentuan cuti besar juga terdapat dalam UU Cipta Kerja Pasal 81 Angka 23 yang menyebutkan perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Ketentuan cuti besar juga terdapat dalam PP No 35 Tahun 2021 Pasal 35 sebagai berikut:

  1. Perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang.
  2. Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perusahaan yang dapat memberikan istirahat panjang dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Aturan terbaru tidak lagi menyebutkan jumlah hak cuti besar. UU menyerahkan sepenuhnya pelaksanaan cuti ini kepada masing-masing perusahaan. Dengan kata lain, perusahaan bisa memberikan hak cuti besar atau bisa juga tidak.

Ini merevisi ketentuan sebelumnya, di mana cuti besar diberikan sekurang-kurangnya 2 bulan, yang pelaksanaannya di tahun ke-7 dan ke-8 masing-masing 1 bulan, setelah karyawan bekerja 6 tahun terus menerus di perusahaan yang sama.

3. Cuti Sakit

Hak cuti: maksimal 12 bulan, upah dibayar sesuai ketentuan UU.

Cuti sakit juga sering disebut izin sakit. Ketentuan cuti ini diatur dalam Pasal 93 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, di mana pengusaha tetap diwajibkan membayar upah pekerja yang sakit dan tidak dapat melakukan pekerjaan. Sakit yang dimaksud juga termasuk penyakit atau cacat akibat kecelakaan kerja.

Umumnya, perusahaan memiliki aturan pelaksanaan cuti sakit, misalnya mewajibkan karyawan menyertakan surat keterangan dokter atau bukti rekam medis dari rumah sakit. Sedangkan ketentuan upah untuk cuti sakit sebagai berikut:

  1. 4 bulan pertama dibayar 100% upah
  2. 4 bulan berikutnya dibayar 75% upah
  3. kemudian 4 bulan berikutnya dibayar 50% upah
  4. Selanjutnya dibayar 25% upah dan perusahaan boleh melakukan PHK

4. Cuti Melahirkan

Hak cuti: 3 bulan, upah dibayar penuh.

Aturan cuti karyawan melahirkan (maternity leave) terdapat dalam Pasal 82 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang menyebutkan pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.

Meski demikian, praktik cuti ini sangat fleksibel dan tergantung kesepakatan karyawan dan perusahaan, asal jumlahnya 3 bulan. Misalnya, jika menurut dokter kondisi kehamilan cukup baik dan aktivitas pekerjaan tidak mengganggu kesehatan, maka karyawan boleh mengajukan cuti 2 minggu sebelum melahirkan agar punya waktu istirahat pasca persalinan lebih lama.

Baca Juga: Ini Alasan Mengapa Cuti Online Lebih Baik dari Sistem Manual

5. Cuti Keguguran

Hak cuti: 1,5 bulan, upah dibayar penuh.

Cuti ini terkait dengan cuti melahirkan. Dalam hal karyawan perempuan yang sedang hamil mengalami keguguran kandungan, maka ia memperoleh hak istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan. Jika dokter menyarankan karyawan beristirahat lebih lama dari 1,5 bulan, perusahaan harus memperpanjang hak cuti tersebut.

6. Cuti Haid

Jumlah hak cuti: 2 hari, upah dibayar penuh.

Masih berhubungan dengan karyawan perempuan, hak cuti haid diberikan kepada mereka yang mengalami sakit saat awal siklus menstruasi, yakni dua hari pertama. Ketentuan ini tercantum dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 81:

  1. Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
  2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Meski ditetapkan UU, pelaksanaan aturan cuti ini paling tidak jelas dibandingkan cuti lain. Banyak perusahaan mengabaikan cuti haid, atau menganggapnya sebagai izin sakit sehingga karyawan perempuan diwajibkan menyertakan surat dokter.

Kelola Pengajuan dan Perhitungan Cuti Karyawan secara Online | Gadjian

7. Cuti Ayah

Hak cuti: 2 hari, upah dibayar penuh.

Cuti ayah (paternity leave) adalah hak cuti bagi karyawan laki-laki saat istri melahirkan, yang tujuannya untuk memberi kesempatan membantu istri dalam merawat dan mengasuh bayi. Sayangnya, cuti ayah (dalam arti sebenarnya) belum begitu dikenal di Indonesia. UU hanya memberikan hak cuti karyawan menurut UU dalam mendampingi istri yang melahirkan atau keguguran selama 2 hari.

8. Cuti Haji/Umrah

Hak cuti: 50 hari atau menurut kesepakatan perusahaan dan karyawan, upah dibayar penuh.

Cuti haji/umrah diberikan khusus untuk karyawan muslim yang akan menjalankan ibadah haji/umrah. Ketentuan cuti ini terdapat dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 93 ayat (2), yang mewajibkan pengusaha membayar upah pekerja yang tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.

Di bagian penjelasan pasal tersebut, yang dimaksud ibadah yang diperintahkan agama adalah ibadah yang diatur oleh UU. Haji/umrah termasuk di dalamnya karena diatur UU No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Hak cuti ini hanya diberikan satu kali selama karyawan bekerja di perusahaan bersangkutan.

9. Cuti Penting

Hak cuti: 1-3 hari sesuai kepentingan, upah dibayar penuh.

Cuti penting adalah izin khusus yang diberikan kepada karyawan yang tidak dapat melakukan pekerjaan dikarenakan sedang menjalankan urusan penting. Apa saja yang termasuk cuti penting menurut UU Ketenagakerjaan?

  1. Menikah (hanya untuk pernikahan pertama): karyawan berhak mendapat cuti 3 hari.
  2. Menikahkan anak: karyawan berhak mendapat cuti 2 hari.
  3. Mengkhitankan atau membaptiskan anak: karyawan berhak cuti 2 hari.
  4. Keluarga (suami/istri, orang tua/mertua, anak/menantu) meninggal dunia: karyawan berhak cuti 2 hari.
  5. Anggota keluarga satu rumah meninggal dunia: karyawan berhak cuti 1 hari.

Kelola Cuti dan Izin Karyawan Lebih Efisien dengan Aplikasi HR

Kini, mengelola cuti dan izin karyawan bisa dilakukan lebih mudah dan efisien. Aplikasi payroll Gadjian memiliki fitur cuti online, yang memungkinkan proses pengajuan cuti lebih cepat tanpa form cuti karyawan alias paperless.

Karyawan dapat mengajukan cuti, izin, atau sakit lewat aplikasi mobile GadjianKu, dan manajer/atasan dapat menyetujuinya secara online pada saat yang sama. Dalam hal pengajuan cuti mensyaratkan persetujuan dari beberapa atasan di level berbeda dalam struktur organisasi, Gadjian dapat mengakomodasi proses itu melalui fitur multi-approval.

Bagi karyawan, proses cuti online lebih menguntungkan karena tidak berbelit. Ini memudahkan karyawan yang ingin mengajukan izin karena urusan mendadak atau sakit. Mereka cukup mengajukan izin/sakit melalui aplikasi di smartphone mereka.

Baca Juga: Rumus Menghitung Lembur Karyawan Terbaru

Sementara bagi HR, cuti online membantu menyederhanakan pekerjaan mereka mengelola cuti tahunan. Gadjian mencatat dan menghitung hak cuti karyawan secara real-time. Pengajuan cuti online yang disetujui langsung otomatis mengurangi jatah cuti karyawan bersangkutan. 

Jadi, Anda tak perlu repot-repot memindahkan data cuti dari form kertas cuti ke kolom excel dan melakukan rekap manual. Semua proses pencatatan dan perhitungan cuti berjalan otomatis di aplikasi HR berbasis cloud ini. Anda memiliki database cuti yang selalu diperbarui.

Penasaran dengan fitur cuti online Gadjian? Anda bisa mencoba gratis atau langsung mendaftar untuk berlangganan software penggajian dari Fast-8 ini.

Coba Gadjian Sekarang

Baca Juga Artikel Lainnya