Rangkuman Isi Perpu Cipta Kerja yang Perlu HR Ketahui

Isi Perpu Cipta Kerja

Menyambut awal tahun 2023, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu No 2 Tahun 2022 atau dikenal dengan Perpu Cipta Kerja untuk menggantikan UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020 yang telah berlaku dua tahun.

Penerbitan aturan cipta kerja terbaru ini merupakan upaya pemerintah memperbaiki dan menyelamatkan UU Cipta Kerja yang disebut “cacat secara formil” dan “inkonstitusional bersyarat” oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan atas permohonan judicial review terhadap Omnibus Law tersebut.

Putusan MK No 91/PUU-XIII/2020 menyatakan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat bersyarat. Jika tidak dilakukan perbaikan dalam 2 tahun sejak putusan dibacakan, maka UU tersebut menjadi inkonstitusional permanen.

Inilah yang menjadi alasan pemerintah mengeluarkan Perpu meski negara tidak dalam keadaan darurat atau kegentingan yang memaksa.

Baca Juga: Ringkasan Lengkap Aturan Turunan UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Perbedaan UU Cipta Kerja dan Perpu Cipta Kerja

Isi Perpu Cipta Kerja

Lalu, apakah penggantian UU dengan Perpu juga akan mengubah aturan hukum ketenagakerjaan? Bagian apa saja yang berubah?

Kami telah merangkum perbedaan UU Cipta Kerja dan Perpu Cipta Kerja 2023 di klaster ketenagakerjaan dalam tabel berikut ini.

UU Cipta Kerja

Perpu Cipta Kerja

Ketentuan Pasal 64 UU Ketenagakerjaan dihapus.

Ketentuan Pasal 64 UU Ketenagakerjaan diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

1. Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis.

2. Pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Ketentuan Pasal 67 UU Ketenagakerjaan tidak diubah. 

Ketentuan Pasal 67 UU Ketenagakerjaan diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

1. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang disabilitas wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kedisabilitasan.

2. Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Pasal 84 UU Ketenagakerjaan tidak diubah. 

Ketentuan Pasal 84 UU Ketenagakerjaan diubah sehingga berbunyi:

Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, ayat (3), ayat (5), Pasal 80, dan Pasal 82 berhak mendapat upah penuh.

Ketentuan Pasal 88C disisipkan di UU Ketenagakerjaan:

(1) Gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi. 

(2) Gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu. 

(3) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan. 

(4) Syarat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi pada kabupaten/kota yang bersangkutan

(5) Upah minimum kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus lebih tinggi dari upah minimum provinsi. 

(6) Kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan data yang bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik. 

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan syarat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 

Ketentuan Pasal 88C disisipkan di UU Ketenagakerjaan:

1. Gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi. 

(2) Gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota. 

(3) Penetapan upah minimum kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam hal hasil penghitungan upah minimum kabupaten/kota lebih tinggi dari Upah minimum provinsi. 

(4) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan. 

(5) Kondisi ekonomi dan Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menggunakan data yang bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik. 

(6) Dalam hal kabupaten / kota belum memiliki upah minimum dan akan menetapkan upah minimum, penetapan upah minimum harus memenuhi syarat tertentu. 

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan syarat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 

Ketentuan Pasal 88D disisipkan di UU Ketenagakerjaan:

(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) dihitung dengan menggunakan formula perhitungan upah minimum. 

(2) Formula perhitungan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai formula perhitungan upah minimum diatur dalam Peraturan Pemerintah. 

Ketentuan Pasal 88D disisipkan di UU Ketenagakerjaan:

(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) dihitung dengan menggunakan formula penghitungan upah minimum. 

(2) Formula penghitungan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai formula penghitungan upah minimum diatur dalam Peraturan Pemerintah. 

Tidak ada Pasal 88F di UU Ketenagakerjaan.

Pasal 88F disisipkan di UU Ketenagakerjaan:

Dalam keadaan tertentu pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat (2). 

Ketentuan Pasal 92 UU Ketenagakerjaan diubah sehingga berbunyi:

(1) Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. 

(2) Struktur dan skala upah digunakan sebagai pedoman pengusaha dalam menetapkan upah. 

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur dan skala upah diatur dalam Peraturan Pemerintah. 

Ketentuan Pasal 92 UU Ketenagakerjaan diubah sehingga berbunyi:

(1) Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. 

(2) Struktur dan skala upah digunakan sebagai pedoman pengusaha dalam menetapkan upah bagi pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur dan skala upah diatur dalam Peraturan Pemerintah. 

Jika mencermati tabel di atas, maka tidak ada perubahan signifikan antara UU dan Perpu di klaster ketenagakerjaan, kecuali penambahan Pasal 88F yang menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan upah minimum yang berbeda dari yang diatur di Perpu.

Dengan kata lain, aturan baru Cipta Kerja 2023 tidak banyak berbeda dari aturan yang sudah berlaku dua tahun sebelumnya. 

Meski UU Cipta Kerja dicabut dan tidak berlaku lagi, sesuai Ketentuan Penutup Perpu, peraturan pelaksanaan dari UU No 11 Tahun 2020 tersebut masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Perpu. 

Contoh peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja yang tetap berlaku adalah PP No 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan TKA; PP No 35 Tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan PHK; dan PP No 36 tentang Pengupahan.

Perlu diketahui juga bahwa Perpu No 2 Tahun 2022 tidak mencabut dan membatalkan UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003, melainkan merevisi beberapa pasal di dalamnya. Jadi, pasal-pasal di UU Ketenagakerjaan yang tidak diubah atau dihapus masih tetap berlaku. 

Contoh pasal yang tidak diubah atau dihapus adalah Pasal 80 tentang hak pekerja menjalankan ibadah, Pasal 81 tentang cuti haid, Pasal 82 tentang cuti melahirkan, Pasal 83 tentang hak menyusui bagi pekerja perempuan, dan Pasal 93 tentang jenis-jenis izin tidak bekerja yang wajib diupah.

Baca Juga: Sistem Penggajian Karyawan Terbaru Sesuai Undang-Undang

Isi Perpu Cipta Kerja

Payroll Sofware Indonesia untuk Mengeloala Keuangan dan Karyawan Perusahaan | Gadjian

Mari kita ulas apa saja isi pokok Perpu Cipta Kerja terkait ketenagakerjaan yang perlu diketahui HR dan pemimpin perusahaan.

1. Ketentuan PKWT

PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:

  1. untuk pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
  2. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu tidak terlalu lama;
  3. pekerjaan yang bersifat musiman;
  4. dan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam masa percobaan atau penjajakan;
  5. serta pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.

Apabila tidak memenuhi ketentuan di atas, maka demi hukum PKWT menjadi PKWTT.

2. Jangka waktu PKWT

Perpu Cipta Kerja menghapus ketentuan mengenai jangka waktu PKWT maksimal 2 tahun, perpanjangan 1 kali maksimal 1 tahun, dan pembaruan 1 kali maksimal 2 tahun di Pasal 59 UU Ketenagakerjaan. 

Ketentuan mengenai sifat dan jenis kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan PKWT tidak disebutkan di Perpu, melainkan diatur dalam PP No 35/2021. Jangka waktu PKWT paling lama menjadi 5 tahun, termasuk perpanjangan kontrak.

3. Kompensasi PKWT

Perpu Cipta Kerja menambahkan ketentuan Pasal 61A yang mewajibkan pengusaha memberikan kompensasi kepada karyawan PKWT sesuai dengan masa kerja di perusahaan bersangkutan pada saat berakhirnya hubungan kerja. 

Ketentuan besaran kompensasi PKWT diatur di PP No 35/2021, yaitu masa kerja dibagi 12 dikalikan upah sebulan.

4. Waktu kerja dan istirahat

Ketentuan waktu kerja tidak berubah, yakni 7 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 6 hari kerja, atau 8 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 5 hari kerja. Ketentuan ini tidak berlaku untuk sektor usaha atau pekerjaan tertentu.

Hak waktu istirahat wajib diberikan paling sedikit setengah jam setelah karyawan bekerja 4 jam terus-menerus dan istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja. 

Sedangkan cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah karyawan bekerja 12 bulan terus-menerus. Perusahaan juga dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pekerja yang menggunakan hak istirahat/cuti di atas berhak mendapat upah penuh.

5. Waktu kerja lembur

Isi Perpu Cipta Kerja juga mengubah Pasal 78 UU Ketenagakerjaan yang mengatur tentang waktu kerja lembur maksimal 3 jam sehari dan 14 jam seminggu. Ketentuan waktu lembur terbaru di Perpu adalah maksimal 4 jam sehari dan 18 jam seminggu. Sedangkan besaran upah lembur diatur di PP No 35/2021.

6. Upah minimum

Perpu Cipta Kerja menghapus upah minimum sektoral provinsi maupun kabupaten/kota di Pasal 89 UU Ketenagakerjaan, sehingga kini hanya ada dua jenis upah minimum yang berlaku, yakni UMP dan UMK.

Upah minimum ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan, dan dihitung menggunakan formula upah minimum yang mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Namun, dalam keadaan tertentu pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan upah minimum yang berbeda dari ketentuan di isi Perpu Cipta Kerja.

Upah minimum hanya berlaku untuk pekerja dengan masa kerja kurang dari 1 tahun, dan dikecualikan bagi usaha mikro dan kecil. Untuk pekerja dengan masa kerja 1 tahun atau lebih, penetapan upahnya berpedoman pada struktur dan skala upah.

7. PHK dan pesangon

Ketentuan pemutusan hubungan kerja (PHK) serta besaran pesangon dan uang penghargaan masa kerja (UPMK) di Perpu Cipta Kerja sama dengan ketentuan di UU Ketenagakerjaan. Maksimal pesangon 9 bulan upah dan UPMK 10 bulan upah, disesuaikan dengan masa kerja karyawan di perusahaan

Namun, isi Perpu Cipta Kerja menghapus Pasal 161 sampai 172 tentang pengali besaran pesangon dan UPMK sesuai jenis alasan PHK. Ketentuan pengali hak pesangon (1 kali, 2 kali, atau 0,5 kali) diatur di PP No 35/2021.

Baca Juga: Jenis dan Hak Cuti Karyawan Menurut UU Terbaru

Software HR yang selalu up-to-date dan akurat

aplikasi hris gadjian

Meski peraturan ketenagakerjaan berubah-ubah, kamu tidak perlu bingung dalam mengelola administrasi karyawan dan penggajian. Aplikasi HRIS Gadjian dan aplikasi absensi online Hadirr dapat kamu andalkan sebagai solusi HRD yang efisien.

Gadjian merupakan aplikasi payroll berbasis web yang memiliki kalkulator hitung gaji dan PPh 21 sesuai peraturan pemerintah. Sistem perhitungan software online ini dapat mengakomodasi perubahan ketentuan perundang-undangan.

Dengan demikian, perhitungan gaji, lembur, BPJS, sampai dengan pajak penghasilan karyawan akan tetap akurat dan valid menurut aturan hukum terbaru. 

Software Gadjian juga dilengkapi fitur kelola cuti karyawan, fitur reminder kontrak PKWT untuk pengingat masa berakhirnya kontrak, dan fitur struktur dan skala upah.

Gadjian juga memiliki fitur analisis data real-time yang memberikan informasi tentang kompensasi, masa kerja, kinerja, tingkat kehadiran, dan demografi karyawan. Data masa kerja memudahkan perhitungan kompensasi PKWT serta pesangon dan UPMK karyawan PHK. 

Coba Gadjian Sekarang

Sedangkan Hadirr adalah aplikasi kehadiran karyawan yang juga dapat digunakan sebagai aplikasi lembur karyawan. Hadirr mencatat jam lembur serta kehadiran lembur karyawan secara akurat untuk dihitung upahnya dengan Gadjian.

Jika perusahaan kamu beroperasi melebihi waktu kerja 8 jam sehari dan 40 jam seminggu, Hadirr bisa membantu kamu menyusun shift kerja karyawan. Sebagai tambahan, aplikasi absensi ini juga dapat memonitor jadwal harian dan produktivitas pekerja remote, sales, pekerja lapangan, dan karyawan WFH.

Coba Hadirr Software Aplikasi Absensi Karyawan Online (E-Absen) Terbaik Indonesia

Baca Juga Artikel Lainnya