Peraturan Izin atau Cuti Umrah Karyawan Sesuai UU Ketenagakerjaan

Image by Freepik - Izin Cuti Umrah

Selain pergi haji, umat Islam juga dianjurkan menunaikan ibadah umrah, yang boleh dilakukan saat berhaji maupun di luar musim haji. Lamanya masa tunggu giliran ibadah haji, karena keterbatasan kuota dari pemerintah Arab Saudi, sering menjadi alasan umat Islam di Indonesia memilih melaksanakan ibadah umrah lebih dulu selagi mereka mampu.

Jika mengacu pada Undang-Undang No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang dimaksud dengan umrah adalah berkunjung ke Baitullah di luar musim haji dengan niat melaksanakan umrah yang dilanjutkan dengan melakukan tawaf, sai, dan tahalul. 

Jadi, UU tersebut mengatur umrah yang diselenggarakan biro perjalanan umrah dan haji di hari-hari biasa. Karyawan perusahaan yang ingin berumrah tentu saja harus mengajukan izin meninggalkan pekerjaannya, selama 9 hingga 12 hari, tergantung paket perjalanan yang diambil. 

Bagaimana ketentuan cuti umrah karyawan menurut UU Ketenagakerjaan? 

Pasal 93 ayat (2) huruf e UU Ketenagakerjaan menyebutkan pengusaha wajib membayar upah apabila pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya. Ketentuan ini mengizinkan karyawan tidak masuk bekerja dan menjalankan pekerjaan karena suatu sebab, dan tetap diupah.

Pengusaha wajib membayar upah penuh, yaitu gaji yang biasa diterima karyawan. Ketentuan ini diatur dalam PP Pengupahan No 78 Tahun 2015 Pasal 28:

Pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja/buruh yang tidak masuk kerja atau tidak melakukan pekerjaannya karena menjalankan kewajiban ibadah yang diperintahkan oleh agamanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) huruf b, sebesar upah yang diterima oleh pekerja/buruh dengan ketentuan hanya sekali selama pekerja/buruh bekerja di perusahaan yang bersangkutan.

Lalu apa pengertian “ibadah yang diperintahkan agama”?

Aplikasi Payroll - Hitung Gaji, Hitung BPJS, Hitung PPh 21, Hitung Lembur, Payroll Software Terbaik | Gadjian

Baca Juga: Apakah Karyawan Tetap Mendapatkan Upah Saat Cuti Haji?

Kembali ke UU Ketenagakerjaan, bagian Penjelasan Pasal 93 ayat (2) huruf e, yang dimaksud dengan menjalankan ibadah menurut agamanya adalah melaksanakan kewajiban ibadah menurut agamanya yang telah diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Jadi, ada dua syarat ibadah yang wajib diberikan izin/cuti diupah, yaitu ibadah wajib dan pelaksanaannya diatur peraturan perundang-undangan. Haji termasuk di dalamnya, karena merupakan rukun Islam dan ibadah wajib sekali seumur hidup bagi yang mampu pergi ke Mekkah, serta penyelenggaraanya telah diatur oleh UU Haji dan Umrah.

Tetapi, apakah umrah termasuk ibadah wajib? 

Sayangnya, hal ini tidak terjawab dalam UU. Sedangkan dari pandangan fikih, para ulama dari empat mazhab juga berbeda pendapat soal hukum ibadah umrah. Menurut kebanyakan ulama mazhab Maliki dan Hanafi, hukum umrah adalah sunnah muakkad, yang berarti ibadah yang dianjurkan, tetapi tidak wajib. Sedangkan ulama mazhab Syafii (mahzab fikih yang paling banyak dianut di Indonesia) dan Hambali berpendapat umrah sebagai ibadah wajib bagi yang belum pernah menjalankannya, sama seperti haji.

Mayoritas ulama Indonesia termasuk dari dua organisasi Islam terbesar, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, mengikuti pendapat kedua karena dianggap lebih kuat dalilnya, yakni umrah sebagai ibadah wajib sekali seumur hidup bagi yang mampu ke Mekkah. Dasarnya adalah perintah dalam kitab suci Alquran yang berbunyi, Wa atimmul-hajja wal-‘umrata lillaah (Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah, QS 2:196).

Kesimpulannya, umrah dan haji termasuk ibadah wajib yang diperintahkan oleh agama sekali seumur hidup seorang Muslim. Karena itu, perusahaan wajib memberi izin bagi karyawannya yang hendak pergi umrah sesuai ketentuan Pasal 93 ayat 2. 

Meski demikian, sebaiknya perusahaan di Indonesia yang mayoritas karyawannya beragama Islam, memasukkan peraturan izin umrah dalam peraturan perusahaan, misalnya mengenai jumlah hari cuti yang diupah. Ini sesuai dengan UU Ketenagakerjaan Pasal 93 ayat (5) yang mengamanatkan pengaturan pelaksanaan izin atau cuti dalam Pasal 93 ayat (2) ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Misalnya, menurut peraturan perusahaan, cuti umrah maksimal 9 hari, dan hanya diberikan sekali selama masa kerja. Jika karyawanmu mengambil paket umrah 12 hari, maka ia wajib menambah izinnya 3 hari yang dipotong dari cuti tahunannya. Jadi, jika karyawan punya 12 hari cuti tahunan yang belum diambil, maka sisa cutinya tinggal 9 hari.

Baca Juga: Aturan Lengkap Cuti Menurut Depnaker?

Jika kamu menggunakan HR software Gadjian, mengelola cuti karyawan bisa dilakukan lebih mudah dan praktis. Aplikasi penggajian memiliki fitur cuti online yang memudahkan sistem pengajuan dan persetujuan cuti melalui aplikasi yang lebih cepat dan fleksibel karena bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja, tanpa perlu form kertas.

Aplikasi cuti yang menggunakan teknologi komputasi awan (cloud) ini mencatat dan menyimpan data real-time. Misalnya, karyawan yang mengambil cuti tahunan 3 hari dan disetujui, maka otomatis memotong sisa cutinya dari 12 hari menjadi 9 hari. Artinya, kamu bisa mengetahui sisa cuti semua karyawanmu setiap saat di aplikasi, tak perlu lagi memeriksa form cuti.

Menghitung gaji karyawan? Pakai Gadjian lebih cepat dan hemat. Sistem hitung gaji online dan otomatis memungkinkan kamu memangkas waktu kerja sekaligus menekan biaya kelola administrasi karyawan setiap bulan.

Payroll Software Indonesia Untuk Mengelola Keuangan & Karyawan Perusahaan, termasuk perhitungan PPh 21, perhitungan BPJS, dan perhitungan lembur | Gadjian

Baca Juga Artikel Lainnya