Untuk memastikan keseimbangan hidup karyawan antara pekerjaan dengan aktivitas lainnya, pemerintah mengklasifikan cuti ke dalam beberapa jenis. Secara umum, terdapat tujuh jenis hak cuti karyawan yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, yaitu:
- Cuti besar
- Cuti tahunan
- Cuti bersama
- Cuti sakit
- Cuti hamil
- Cuti penting
- Cuti berbayar
Biasanya Divisi HR sudah memahami semua cuti, kecuali cuti karena alasan penting atau yang biasa disebut cuti penting.
Landasan Aturan Cuti Penting
Masih menurut UU Nomor 13 Tahun 2003, cuti penting diatur pada Pasal 93 Ayat 2 dan 4. Peraturan cuti sesuai pemerintah ini menjelaskan bahwa pengusaha wajib membayar upah meskipun pekerja/buruh tidak masuk kerja, jika disebabkan alasan-alasan tertentu. Pasal tersebut juga mengatur batas maksimal hari cuti, yaitu sebagai berikut:
- Pekerja/buruh menikah, yaitu 3 hari
- Menikahkan anaknya, yaitu 2 hari
- Mengkhitankan anaknya, yaitu 2 hari
- Membaptiskan anaknya, yaitu 2 hari
- Isteri melahirkan atau keguguran kandungan, yaitu 2 hari
- Suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, yaitu 2 hari
- Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, yaitu 1 hari
Selain itu, cuti penting juga diberlakukan ketika terjadi force majeur (kejadian kahar), misalnya banjir, tanah longsor, kebakaran, dan gempa bumi yang menyebabkan pekerja/buruh tidak dapat melangsungkan pekerjaan dan atau harus melakukan penyelamatan keluarga/rumahnya. Terakhir, Pegawai Negeri Sipil diperbolehkan mengambil cuti penting atas alasan penting lainnya yang ditetapkan oleh Presiden.
Ketentuan Khusus tentang Cuti Penting
Bisa dilihat bahwa cuti penting merupakan hak yang bisa dinikmati oleh para pekerja/buruh dalam melaksanakan kegiatan pribadi/keluarga yang membutuhkan waktu khusus. Akan tetapi, ada kriteria-kriteria yang harus terpenuhi, antara lain:
- Karyawan yang bersangkutan mempunyai tanggungjawab dalam mengurus hal-hal, baik administratif maupun hak-hak, dari anggota keluarganya yang meninggal dunia; menurut ketentuan hukum (misalnya karyawan berperan sebagai ahli waris).
- Pernikahan yang dimaksud adalah perkawinan yang pertama.
- Mengikuti aturan yang berlaku pada perusahaan tersebut dalam pengajuan hal proses pengajuan cuti; dan jika memungkinkan, mendapatkan izin tertulis.
Kenyataan di Lapangan Mengenai Cuti Penting
Dalam praktiknya, tidak semua perusahaan bersedia menerapkan hal tersebut karena berbagai sebab. Bisa saja upah yang memang diberikan kepada karyawan/buruh yang menjalani cuti penting tidak termasuk tunjangan yang dihitung berdasarkan kehadiran di kantor. Tunjangan tersebut bervariasi berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh perusahaan.
Sanksi atas Tidak Dipenuhinya Cuti Penting
Pasal 186 UU Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan “Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).”
Dalam hal ini, perusahaan mungkin berkelit dan menolak membayarkan upah atas pekerja/buruh yang mengambil cuti penting. Hanya saja, memang pemerintah tidak mendeskripsikan apakah ada syarat khusus untuk pengambilan cuti penting seperti lama bekerja, posisi/jabatan tertentu, dan sebagainya. Oleh karena itu, amatlah penting bagi Divisi HR untuk menetapkan aturan yang jelas dan mensosialisasikan hak tersebut pada saat pekerja/buruh menandatangani perjanjian kerja.
Baca Juga: Ringkasan Lengkap Hak Cuti Karyawan menurut Depnaker
Supaya terjadi keselarasan informasi dan efisien dalam mengajukan cuti, perusahaan bisa mulai menggunakan payroll software untuk mengatur permohonan, jadwal cuti, dan perhitungan cuti. Dengan aplikasi HRD yang dapat digunakan untuk mengelola cuti online, Divisi HR dapat menghemat waktu dalam mengakomodir cuti pekerja/buruh.