Prinsip perhitungan Take Home Pay (THP) adalah jumlah dari keseluruhan upah yang dibawa pulang oleh pekerja pada sebuah perusahaan. Rumus menghitung take home pay berangkat dari pengertian upah itu sendiri, yang disebutkan pada Pasal 1 Ayat 30 UU Ketenagakerjaan:
Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Karena THP terdiri dari komponen yang berbeda dengan gaji, maka besaran take home pay adalah total dari keseluruhan gaji/upah dari pekerja/buruh, ditambah dengan pendapatan insidental, dan dikurangi oleh potongan atas kewajiban dari pekerja/buruh. Secara garis besar, cara menghitung take home pay adalah:
Take Home Pay = | (Pendapatan Rutin + Pendapatan Insidental) | – | (Potongan BPJS Ketenagakerjaan + PPh 21 + Potongan lainnya) |
Dengan rumusan di atas, maka pendapatan take home pay sudah terlepas dari tanggung jawab pekerja atas hal-hal yang perlu dibayarkan. Umumnya, iuran BPJS Ketenagakerjaan dan pembayaran PPh 21, serta potongan pinjaman karyawan sudah dihitungkan oleh Divisi HR, sehingga berapapun yang diterima oleh pekerja menjadi take home pay. Dengan demikian, jumlah take home pay bisa jadi berbeda tiap bulan tergantung pendapatan insidental dan potongan yang diberlakukan.
Hal ini yang kemudian menjadi tantangan bagi Divisi HR untuk mensosialisasikannya kepada pekerja/buruh; dikarenakan sebagian besar dari pekerja/buruh tidak memahami perbedaan antara upah, UMR/UMP, dan take home pay, belum lagi perhitungan bonus karyawan. Di bawah ini, kami jelaskan kembali mengenai Upah Minimum Regional.
Ketentuan Upah Minimum Regional/Upah Minimum Provinsi
Istilah UMR (Upah Minimum Regional) sekarang diganti oleh Upah Minimum Provinsi atau UMP sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-226/Men/2000 tentang Perubahan Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 20 dan Pasal 21 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-01/Men/1999 tentang Upah Minimum (“Kepmenakertrans 226/2000”). Pasal I Kepmenakertrans 226/2000 menyatakan:
“Istilah ‘Upah Minimum Regional tingkat I (UMR Tk I)’ diubah menjadi ‘Upah Minimum Propinsi’.
Istilah ‘Upah Minimum Regional Tingkat II (UMR Tk II)’ diubah menjadi ‘Upah Minimum Kabupaten/Kota’…”
Sementara itu, menurut Pasal 89 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, upah minimum ditentukan setiap tahunnya sebagai jaring pengaman untuk menciptakan kehidupan yang layak bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama angkatan kerja Indonesia, dengan pertimbangan dari Gubernur dan Bupati/Walikota, beserta Dewan Pengupahan Provinsi.
Ketentuan dan Komponen Upah
Sebelumnya perlu diketahui terlebih dahulu komponen upah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (“PP Pengupahan”) yang mengatur tentang upah minimum dan terdiri atas:
- Upah tanpa tunjangan;
- Upah pokok dan tunjangan tetap; atau
- Upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap.
Dengan pengertian sebagai berikut:
- Upah pokok: imbalan dasar yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
- Tunjangan Tetap: pembayaran kepada Pekerja/Buruh yang dilakukan secara teratur. Tunjangan ini tidak berhubungan dengan kehadiran Pekerja/Buruh atau pencapaian prestasi kerja tertentu.
- Tunjangan Tidak Tetap: tunjangan ini bisa berkaitan secara langsung/tidak langsung dengan pekerja/buruh yang bersangkutan. Bentuk pemberiannya pun secara tidak tetap untuk pekerja/buruh dan keluarga yang bersangkutan. Berbeda dengan Tunjangan Tetap, pembayarannya dilakukan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan Upah Pokok.
Mengacu pada wawasan di atas, sangat memungkinkan jika besaran upah, UMP, dan take home pay, yang diterima oleh pekerja/buruh berbeda-beda menurut ketetapannya masing-masing. Pada dasarnya, upah tidak boleh lebih kecil daripada UMP yang ditentukan oleh pemerintah propinsi setempat. Upah juga diikat oleh struktur dan skala upah yang harus dibuat oleh perusahaan. Sementara potongan pada take home pay sangat bergantung pada peraturan yang sedang berlaku dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Rumitnya cara menghitung gaji karyawan tidak perlu sampai membuat Anda sebagai Divisi HR pusing tujuh keliling. Gadjian punya 3 tips agar pembayaran gaji lebih efisien, apalagi kami dapat membantu menghitung komponen gaji pokok dengan lebih jelas. Terintegrasi dengan aplikasi absensi karyawan Hadirr, perhitungan upah lembur yang termasuk ke dalam tunjangan tidak tetap karena dihitung berdasarkan satuan waktu menjadi sangat mudah dan efisien. Lembur karyawan akan langsung ter-input ke dalam database Gadjian, dan ter-generate di slip gaji karyawan.
Dengan demikian, proses penentuan gaji menjadi lebih transparan, dan hak pekerja/buruh dapat terpenuhi dengan baik. Gunakan HRIS atau aplikasi HRD Gadjian yang juga dapat digunakan sebagai aplikasi penggajian karyawan yang terbukti telah menolong berbagai perusahaan berkembang di Indonesia. Silakan download software payroll Gadjian dengan mengklik tombol dibawah ini: