Kebanyakan perusahaan di Indonesia menerapkan jam kerja yaitu Senin – Jumat pukul 08.00-17.00, atau Senin – Sabtu pukul 08.00 – 16.00. Namun begitu, sesuai dengan kebutuhan dan kebijakan perusahaan, pemerintah memperbolehkan penerapan kerja shift yang berbeda.
Baca Artikel Terbaru: Tips Kelola Jadwal Shift Kerja Karyawan dengan Mudah
Kebijakan tersebut telah diatur pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep. 233 /Men/2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan Secara Terus Menerus. Untuk lebih memahami tentang ketetapan pemerintah ini, perlu diketahui payung hukumnya yang lebih luas, yaitu Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Berikut aturan dan penjelasan mengenai peraturan kerja shift di Indonesia.
Ketentuan Waktu Kerja Shift
Pasal 77 menyatakan:
(1) Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
(2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
– 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
– 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
(3) Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
(4) Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Berdasarkan pasal ini, pemerintah mewajibkan pengusaha untuk memiliki jam kerja shift yang jelas dan teratur. Pekerja/buruh harus mengetahui dengan pasti tentang pembagian kerja shift sehingga dapat diketahui berapa lama ia bekerja dalam waktu 1 (satu) hari atau 1 (satu) minggu.
Disamping itu, barangkali bidang pekerjaan tertentu menuntut perhitungan jam kerja shift yang berbeda pula. Sebagai contoh, beberapa perusahaan mungkin membutuhkan pekerja/buruh bekerja lebih banyak pada akhir pekan. Namun, kewajiban pengusaha untuk mengatur waktu kerja tidak hilang. Dengan demikian, pengusaha tidak terkesan memonopoli waktu yang dimiliki oleh seorang pekerja/buruh; dan pekerja/buruh dapat mengelola kegiatan hariannya dengan lebih baik.
Ketentuan Lembur
Pasal 78 menyebutkan:
(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat:
– ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
– waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
(2) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
(3) Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
(4) Ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Setelah mengetahui ketentuan tentang waktu kerja shift dan lembur, perusahaan bisa mendapatkan gambaran mengenai maksimal jam kerja dalam 1 (satu) hari atau 1 (satu) minggu, termasuk waktu lembur.
Selain mendapatkan kesepakatan antara perusahaan dan karyawan tentang lembur, perusahaan juga harus memastikan karyawan mendapatkan hak berupa upah lembur karena telah bekerja lebih lama dari waktu kerja yang seharusnya.
Ketentuan Istirahat
Pasal 79 memaparkan:
(1) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.
(2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi:
– istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
– istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
Dengan aturan ini, waktu istirahat yang terjadwal tidak hanya berlaku untuk jam kerja normal, tapi juga harus ditetapkan dengan jelas. Pekerja yang masuk pada shift siang atau malam, tetap berhak atas waktu istirahat sebagaimana diatur pada perjanjian kerja.
Ketiga pasal di atas tidak hanya memastikan karyawan melakukan pekerjaan sesuai kebutuhan perusahaan; namun juga mendukung keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan bagi karyawan. Meskipun dirasa mampu, karyawan tidak diperbolehkan untuk bekerja terus menerus. Perusahaan bisa saja terkena sanksi karena mengeksploitasi karyawan.
Sebaliknya, produktivitas karyawan yang bekerja dalam jam kerja shift yang panjang akan mengalami penurunan pada titik tertentu. Maka dari itu, ada baiknya perusahaan dan karyawan sama-sama mempertimbangkan beberapa faktor, seperti kesehatan, jarak kantor-rumah, dan lain-lain, sebelum menandatangani perjanjian yang berhubungan dengan kerja shift.
Baca Juga: Begini Kelola Sistem Kerja Shift Karyawan yang Tepat
Setelah perjanjian kerja dibuat, maka pastikan Anda menggunakan aplikasi HRD yang dapat memudahkan Anda dalam memproses kerja shift. Dari mulai absensi karyawan, perhitungan lembur karyawan, dan tunjangan lain-lain, dapat dipantau dengan akurat melalui Gadjian dan Hadirr.