Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 tahun 2017 tentang Struktur dan Skala Upah mewajibkan para pemilik usaha yang belum memiliki struktur dan skala upah untuk membuat strukur dan skala upah di perusahaan yang dikelolanya sebelum tanggal batas pelaporan, yaitu tanggal 23 Oktober 2017. Dalam aturan ini ada 4 (empat) hal penting yang wajib diketahui oleh pemilik usaha. Sebelum masuk ke pembahasan hal-hal penting tersebut, mari pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan struktur dan skala upah serta tujuan dari dibentuknya Permenaker No.1 tahun 2017 ini.
Secara singkat, struktur dan skala upah adalah nominal upah dari yang terkecil sampai dengan terbesar untuk setiap golongan jabatan. Pemerintah membuat peraturan tentang struktur dan skala upah dengan tujuan agar dapat menciptakan upah yang berkeadilan. Dengan demikian, kesenjangan antara upah terendah dan tertinggi dapat dikurangi, serta menjamin kepastian upah yang didapatkan oleh setiap pekerja. Selain itu, peraturan ini juga bermanfaat dalam mendorong produktivitas pekerja karena adanya kepastian kenaikan upah bagi pekerja yang telah bekerja lebih dari satu tahun.
Pro Kontra Permenaker No.1 tahun 2017
Terlepas dari tujuan baik dari dibentuknya Permenaker No.1 tahun 2017, ada pro kontra yang muncul dikalangan pengusaha. Salah satu kontra yang ada adalah pernyataan dari Tutum Rahanta sebagai Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) yang mengajukan negosiasi terkait struktur dan skala upah. Beliau mengatakan, jika perusahaan mengatur struktur dan skala upah secara tidak tepat, maka dapat menjadi celah bagi oknum pekerja tertentu. Oleh sebabnya, beliau meminta pemerintah juga mengatur standar minimum kinerja pekerja sebagai kewajiban yang harus dipenuhi agar membuat rasa adil bagi pengusaha dan pekerja.
Ada pro maka ada kontra, pendapat yang pro dengan aturan struktur dan skala upah dikatakan oleh Benni Sitanggang dalam status LinkedIn pribadinya. Beliau menjelaskan bahwa Permenaker No.1 tahun 2017 tentang Struktur dan Skala Upah dapat dikatakan sebagai peraturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah No.78 tentang Pengupahan. Di status tersebut beliau juga mengatakan kalau peraturan ini bukanlah hal baru, namun semacam penegasan kembali kepada para pengusaha agar menggunakan satu standar yang berkeadilan dan memberi kepastian. Peraturan ini juga membantu pengusaha untuk membuat perencanaan keuangan di masa depan yang terukur.
Pelaporan Stuktur dan Skala Upah kepada Dinas Ketenagakerjaan
Struktur Upah dan Skala Upah (SUSU) perusahaan wajib dilaporkan kepada Dinas Ketenagakerjaan maksimal tanggal 23 Oktober 2017. SUSU yang telah dibuat oleh perusahaan akan menjadi lampiran Peraturan Perusahaan (PP) untuk diperlihatkan kepada Dinas Ketenagakerjaan setempat. Dinas atau Pengawas Ketenagakerjaan hanya diharuskan memastikan bahwa perusahaan telah melakukan aturan Permenaker No. 1 tahun 2017, yaitu:
- Perusahaan sudah memiliki Struktur dan Skala Upah
- Perusahaan mempunyai salary range
- Perusahaan telah mengkomunikasikan SUSU kepada karyawan
Pengkomunikasian Kepada Karyawan
Masalah pengkomunikasian inilah yang menjadi kekhawatiran pemilik usaha. Karena kesenjangan antar karyawan mungkin saja terjadi saat mengetahui struktur dan skala upah yang berlaku di perusahaan. Tidak hanya kekhawatiran akan kesenjangan diantara karyawan, tapi dapat juga mempengaruhi produktivitas karyawan dalam bekerja. Ditengah sulitnya menemukan karyawan yang fit in dengan posisi pekerjaan dan perusahaan, tentu segala hal yang dapat memperburuk citra perusahaan dimata karyawan akan diminimalisir. Maka dari itu, untuk mengurangi rasa kekhawatiran tersebut, pemilik usaha harus memahami terlebih dahulu apa saja yang perlu dikomunikasikan dengan karyawan.
- Struktur dan Skala Upah pada prinsipnya ada 2 unsur yaitu Struktur dan Skala (Range). Maka dari itu, pemilik usaha dapat mengkomunikasikan struktur gaji dalam bentuk struktur jabatan dan grade terkait (biasanya ini sudah berlaku di kebanyakan perusahaan).
- Pemberitahuan salary range tidak harus dengan format Min-Mid-Max (Minimum, Medium, Maximum). Perusahaan bisa memberitahu posisi salary karyawan yang bersangkutan misalnya berada pada posisi Q3 market.
Lantas, apa yang akan terjadi jika Perusahaan belum memiliki Struktur dan Skala Upah dan belum memberitahukan kepada karyawannya? Jika merujuk pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomer 20 tahun 2016, sanksi jelas ada. Namun seperti apa sanksi yang akan diterima perusahaan bila tidak mematuhi peraturan struktur dan skala upah ini?
Sanksi bagi Perusahaan
Perusahaan mulai per tanggal 24 Oktober 2017 harus telah memiliki struktur dan skala upah serta telah memberitahukan kepada karyawannya. Jika sampai tenggat waktu 23 Oktober 2017 perusahaan belum memiliki struktur dan skala upah serta belum memberitahukan kepada karyawan, maka dapat dikenakan sanksi administratif. Ada dua jenis sanksi administratif, yakni:
1. Sanksi berupa Teguran Tertulis
Teguran tertulis dapat diberikan sebanyak 2x, masing-masing untuk jangka waktu selama 15 hari, terhitung sejak tanggal tidak dipenuhinya kewajiban.
2. Sanksi berupa Pembatasan Kegiatan Usaha
Jika setelah diberikan Teguran Tertulis tetap tidak menjalankan kewajibannya, maka perusahaan dapat direkomendasikan untuk diberikan sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha. Rekomendasi tersebut paling tidak didasarkan pada pertimbangan mengenai alasan perusahaan tidak memenuhi kewajibannya dan kondisi keuangan perusahaan 2 tahun terakhir yang teraudit. Masa berlaku sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha ini berlaku hingga terpenuhinya kewajiban Perusahaan untuk memiliki struktur dan skala upah serta memberitahukannya ke karyawan.
Pemberian sanksi administratif kepada perusahaan hanya dilakukan oleh pihak-pihak berwenang yang telah ditunjuk oleh pemerintah. Ada 5 (lima) pihak yang berwenang untuk memberikan sanksi ini, yaitu:
- Menteri
- Menteri Terkait
- Gubernur
- Walikota / Bupati
- Pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya
Sanksi administratif akan diberikan setelah dilakukan pemeriksaan oleh Pengawas Ketenagakerjaan. Informasi yang diperoleh Pengawas Ketenagakerjaan dapat berasal dari aduan ataupun temuan dari pengawas. Berkenaan dengan sanksi admistratif, dalam Permenaker No.1 tahun 2017 tidak diatur secara rinci bagaimana sanksi akan diberikan, misalnya sanksi akan dikenakan pada seluruh cabang perusahaan. Namun karena pengawasan berada di tingkat kota/provinsi, maka kemungkinan akan diberikan sanksi di cabang terkait, atau jika temuannya dibawa ketingkat kementerian, mungkin dapat diberikan sanksi ke kantor pusat yang berlaku menyeluruh.
Sanksi diberikan berdasarkan dari hasil pemeriksaan oleh pengawas ketenagakerjaan, yang informasi awalnya didapat dari adanya Aduan atau Temuan dari pengawas. Tindak lanjut dari pemeriksaan ini dituangkan dalam nota pemeriksaan. Nota Pemeriksaan inilah yang akan disampaikan kepada Perusahaan. Apabila dalam waktu yang telah ditentukan, perusahaan tidak melaksanakan Nota Pemeriksaan tersebut, maka pengawas akan melaporkan ke pihak terkait. Kemudian setelah itu akan dibuatkan rekomendasi kepada pejabat terkait agar dikeluarkan sanksi kepada perusahaan tersebut.
Dengan begitu, perusahaan tidak perlu khawatir akan fairness dari peraturan ini. Bagi pengusaha yang memahami betul jenis-jenis kompensasi dapat dengan mudah membuat struktur dan skala upah. Selain itu, perusahaan yang telah memiliki struktur dan skala upah hanya tinggal mengkomunikasikannya ke karyawan. Sedangkan bagi perusahaan yang belum mempunyai struktur dan skala upah masih ada waktu untuk membuatnya dan melaporkannya ke Dinas Ketenagakerjaan.
Jika Anda merasa kerepotan dalam mengelola upah atau penggajian karyawan setiap bulan. Kini Anda dapat memanfaatkan aplikasi payroll seperti Gadjian yang dapat mengurus payroll perusahaan dengan lebih terstruktur. Hal ini akan memudahkan Anda jika sewaktu-waktu pemerintah membuat aturan seperti Permenaker No.1 tahun 2017. Tidak hanya mengelola payroll karyawan, dengan menggunakan Gadjian Anda juga dapat mengelola komisi, bonus dan tunjangan yang termasuk dalam Paket Kompensasi yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan.